Ini bukan
ngomongin hewan atau tumbuhan langka yang hampir punah. Ini hanya ceracau. Kita
sedikit main-main saja.Masih ingat
dengan ini :
Benteng-bentengan, Gobak sodor, Petak umpet, Petak jongkok, Gatrik, Bekel, Congklak, Lompat karet
Yang lahir di jaman
dulu (*berasa tua), pasti kangen pengen main. Yup, itulah permainan
tradisional. Kenapa tradisional? Menurut KBBI, tradisional adalah “Sikap dan cara berpikir serta bertindak yang
selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun-temurun.”
Kalo di wilayah
(eh saya ga bilang desa lho) yang masih banyak lahan kosong, permainan tradisional
mungkin masih cukup banyak, yang pasti sih dua tahun tinggal di Jakarta, saya
belum pernah liat anak-anak di sini mainin permainan itu. Ya gimana mau main,
lahannya aja ga ada. Jangankan permainan yang butuh lahan/lapangan, permainan
tradisional yang ga butuh lahan luas seperti bekel, congklak, sudah tak terlalu
menarik bagi anak-anak. Pernah suatu ketika, ponakan-ponakan saya yang sedang
main bekel menyudahi permainannya karena lebih tertarik main angry bird di hp
saya.
Kasian juga sih
anak-anak sekarang. Dari pagi sampe siang sekolah di ruangan, pulang sekolah
disuruh makan terus tidur, juga di ruangan. Sorenya main, paling-paling main PS
atau game online, masih di ruangan. Malemnya belajar, udah pasti di ruangan.
Yang mainnya di rumah melulu biasanya anak-anak di perumahan elit. Ada juga sih
yang main di luar. Ini biasanya anak-anak di pemukiman padat penduduk. Tapi ga
ada tuh yang main lari-larian. Nah, gimana mau lari-larian, gang-nya sempit.
Kalo lari-larian di jalan raya nanti diomelin ibunya takut ketabrak mobil.
Jadi, paling-paling yang dilakukan ya cuma kumpul-kumpul, anak-anak perempuan
biasanya ngobrol-ngobrol, nyanyi-nyanyi, gossip-gosip. Anak laki-laki
nongkrong-nongkrong, ngobrol-ngobrol. Ga ada ruh bermainnya gitu lho,
lari-larian, kejar-kejaran, teriak-teriak (kalo manfaat sih saya ga usah
sebutin lagi ya, itu para psikolog yang lebih berhak *ngeles)
Jadi kemungkinan
besar, anak-anak di Jakarta, terutama di pemukiman padat penduduk dan perumahan
elit memang ga tau permainan permainan tradisional. Ini cukup gawat, nanti
siapa yang akan melestarikan. Jangan-jangan kita dan anak cucu kita hanya akan
melihatnya dalam bentuk tulisan di buku sejarah (buku sejarah?? Saya tak yakin
buku sejarah akan memuat ini). Atau kita hanya akan melihatnya dalam Buku
Pedoman Permainan Tradisional yang disertai dengan gambar ekslusif (tapi
anak-anak mana yang mau mempelajari permainan dengan membaca buku?). Tarian tradisional, musik tradisional mungkin
masih bisa dilestarikan karena tidak membutuhkan lapangan untuk
memperagakannya. Tapi kalo permainan tradisional? Tentu harus diperagakan di
lapangan. Percuma kalo hanya ditulis bahkan jika disertai gambar sekalipun,
teori tanpa praktek is nothing. Jadi, apa perlu permainan tradisional
di-Olimpiade-kan, supaya dibuatkan stadion khusus untuk anak-anak yang bermain?
Atau didaftarkan saja ke UNESCO, sebagai budaya yang hampir punah dan harus
dilestarikan.
0 Response to "Satu lagi yang hampir punah!"
Posting Komentar