Angkot ber-AC dan embel-embelnya

Dari luar terlihat seperti angkot biasa, tapi sejak pintu otomatisnya terbuka mempersilakan saya masuk, saya sadar ada yang lain dari angkot ini. Mikrolet 08 jurusan Tanah Abang-Jakarta yang bernomor polisi B 1468 WT ini menyediakan fasilitas AC yang dingin, pengharum khusus mobil dan TV flat lengkap dengan DVD player, menyajikan kenyamanan dan sedikit kemewahan yang barangkali tak pernah dirasakan rakyat kecil.

Mari kita bermimpi (bukan berandai-andai), suatu saat negeri ini akan mengalami kemajuan pesat, suatu saat semua angkot di negeri ini setidaknya meniru jejak angkot yang saya ceritakan di atas. Lihatlah, tingkat stress masyarakat golongan menengah ke bawah yang setiap harinya berangkat dan pulang kerja dengan menumpang angkot, akan berkurang, bahkan hilang. Mereka tidak lagi stress, menjadi lebih semangat dan produktif. Mereka berpikiran positif dan lebih optimis merangkai hari-hari. Melihat anak buahnya seperti ini, para atasan di instansi swasta maupun pemerintah berbinar bangga dan merasa malu jika tak merubah diri seperti anak buahnya. Akhirnya negeri ini memiliki Sumber Daya Manusia yang berkualitas, produktif dan bermoral.

Ah...indahnya..






Membeda



Bagaimana bisa mengetahui yang benar itu benar dan yang salah itu salah?...
Bagaimana bisa meneriakkan yang benar itu benar dan yang salah itu salah?...
Bagaimana bisa menjalankan yang benar itu benar dan yang salah itu salah?...

Tanpa ilmu, tanpa kebersihan hati dan tanpa ketakwaan pada Allah.. semua itu akan tampak rumit sekali..


sumber gambar dari sini




Just a shoes


Dulu waktu jadi mahasiswa, saya pernah punya mimpi memakai sepatu kerja yang modelnya kira-kira seperti ini :

Terlihat elegan, tegas dan modis

Pekerjaan saya di dua tahun pertama ternyata bukanlah pekerjaan dengan suasana formal yang mengharuskan saya bersepatu saat kerja. Sepatu-sepatu yang saya miliki saat itu hanyalah sepatu teplek yang nyaman dipakai untuk turun naik tangga dan berjalan jauh. Setelah pada akhirnya saya bekerja, dimana kantor saya berikutnya mengharuskan saya bersepatu formal dan berwarna hitam, maka mimpi memakai sepatu dengan model seperti di atas pun semakin menggebu.

Tapi kawan, ternyata yang terlihat bagus dipakai orang lain belum tentu terlihat bagus jika dipakai saya. Sebenernnya bagus-bagus aja, asalkan pede. Tapi ini bukan masalah pede atau gak pede, hanya saja memakai sepatu seperti itu “bukan gw banget”. Barangkali benar kata pepatah, "sepatu mencerminkan kepribadian orangnya" (ini pepatah saya sendiri, hehe..). Jadi saat itu, saat memilih-milih di toko sepatu, setelah coba sana coba sini, saya merasa cocok dengan sepatu model begini :



Terlihat manis, elegan, anggun, dan “gw banget”

Sepatu ini cukup memenuhi kriteria, dan ternyata nyaman sekali dipakai. High-nya hanya 5cm dan tidak lancip.

Tapi saya masih punya mimpi, memakai sepau boot suatu saat nanti, kira-kira yang modelnya seperti ini :


Terlihat sporty, hangat dan penuh mimpi

Sepertinya sepatu boot ini cocok dipakai di musim dingin. Dipadupadankan dengan jilbab putih, gamis pink di atas mata kaki, mantel pink panjang di bawah lutut dan celana panjang hitam. Ya, suatu hari nanti..






Let's Do It, that we love this country


"Keprihatinan, seperti halnya kebanggaan, juga kecemasan, seperti halnya optimisme—semua itu adalah pertanda rasa ikut memiliki. Atau rasa terpanggil. Barangkali karena tanah air memang bukan cuma sepotong geografi dan selintas sejarah. Barangkali karena tanah air adalah juga sebuah panggilan” -Goenawan Mohamad-


Membaca quote ini saya baru mengerti, mengapa ada banyak anak negeri bernama Indonesia melakukan dua hal berikut :

  1. Di hari-hari besar nasional (HUT Kemerdekaan RI, Hari Kebangkitan Nasional, Hari Kartini, dll), dengan lantang berteriak sambil mengepalkan tangannya “Saya bangga dan cinta pada tanah air Indonesia”
  2. Di saat harga-harga naik, atau saat ada koruptor yang terbukti bersalah dinyatakan bebas, atau saat melihat fasilitas umum sedang rusak, pun dengan lantang dan tanpa ragu memaki-maki pihak-pihak yang terkait.


Ah..manusia.. Penduduk negeri ini pun manusia, yang telah lahir dan dibesarkan di negeri ini, yang meski kapasitasnya berbeda, tapi masing-masing pasti punya rasa memiliki, then I agree with that quote.


Saya pernah mengalami hal ini berkali-kali, ada kumpulan beberapa orang, asli orang Indonesia. Lalu lemparkan satu topik yang sedang hangat dibicarakan di negeri ini. Lima menit saja, masing-masing dari mereka sudah bisa menjadi pembicara yang hebat, mengutarakan dengan detail permasalahan terkait topik tersebut, lengkap dengan berbagai macam solusi-solusinya, hebat bukan?


Teringat slogan sebuah perusahaan asuransi terkemuka “always listening, always understanding”. Seandainya sang eksekutor, sang legislator, dan sang yudikator mau mendengarkan lebih banyak (dan lebih sering) suara-suara di sekitar mereka, barangkali keruwetan mereka “mengurus” negeri ini akan terasa jauh lebih ringan.


Kemudian saya berandai-andai membayangkan ini, kumpulkan beberapa orang, asli orang Indonesia. Berikan orasi kebangsaan yang menggugah jiwa dan semangat, teriakkan kata-kata cinta tanah air. Setelah itu ajaklah mereka untuk ikut kerja bakti setiap hari minggu di lingkungan rumahnya masing-masing. See what will happen!


Well, I don’t wanna say too much. Mari lakukan (bukan buktikan), bahwa kita memang cinta tanah air!




Dirgahayu Indonesia


Ada yang beda di bulan Agustus tahun ini. Tak ada lomba-lomba ataupun panggung (dangdutan). Ramadhan memang membawa berkah. Ah..saya tak keberatan jika segala macam “kemeriahan” berganti dengan kekhusyukan. Bukankah dengan begini, Agustus yang bertepatan dengan Ramadhan sebenarnya adalah momen yang sangat pas untuk benar-benar memaknai perjuangan para pahlawan Indonesia saat merebut kemerdekaan. 65 tahun yang lalu, 17 Agustus 1945 bertepatan dengan 8 Ramadhan 1364 H.

Dengan suasana Ramadhan, semua orang sedang mendekatkan diri kepada Allah, dan masing-masing insan sedang membuka hati seluas-luasnya untuk bersyukur kepada Allah atas segala nikmat yang telah diberikan, salah satunya adalah nikmat kemerdekaan. Membuka pikiran sedalam-dalamnya untuk belajar dari para pahlawan yang berjuang hingga tetes darah penghabisan.

Malu rasanya 65 tahun yang lalu, pun dengan suasana Ramadhan, pemuda-pemudi Indonesia gigih memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Semua orang produktif dan sibuk mempersiapkan segala persiapan untuk proklamasi. Bulan Ramadhan, tak jadi halangan untuk mencetak sejarah.

Saya, pemudi berusia hampir setengah abad, bulan Ramadhan dan Agustus ini, apa yang sedang bisa saya lakukan. Apa yang sudah saya berikan untuk negeri tempat saya dilahirkan dan dibesarkan ini? Entahlah..Paling banter besok mengikuti upacara bendera. Lalu..ah..bahkan nama-nama pahlawan pun sudah banyak yang lupa.

Saya cinta dan bangga menjadi bagian dari negeri ini, tapi apakah itu cukup? Selama ini saya merasa berputar-putar saja, mendengar orang lain mencaci maki negeri ini saya pun ikut mencaci maki. Melihat orang lain menyatakan cinta dan bangga pada negeri ini di tanggal 17 Agustus, saya pun ikut menyatakan cinta, ya..hanya pernyataan, bukan realisasi. Maafkan saya..

"Jangan tanyakan apa yang negara ini berikan kepadamu tapi tanyakan apa yang telah kamu berikan kepada negaramu." - John Fitzgerald Kennedy -





Ramadhan I'm in Love



Alhamdulillah..Allah kasih saya kesempatan menjalani Ramadhan tahun ini yang luar biasa. Jam kerja berkurang jadi jam 8 - 15. Itupun dengan sedikit banget kerjaan. Dan kini tempat tinggal saya amat sangatlah dekat dengan kantor, gak perlu abisin waktu buat bermacet-macet di jalan. Gak perlu buka puasa di jalan. Gak perlu kecapean sampe rumah yang mengakibatkan males tarawih jamaah di masjid. So much time longer for me.. Jadi punya banyak waktu luang untuk berburu amal sebanyak-banyaknya.


Saya nemu masjid yang amat sangat nyaman banget buat tarawih. Masjid itu bernama Masjid Baitul Ihsan, Bank Indonesia. What a wonderful masjid !!. Adem, luas, imamnya khusyu, recomended banget deh. i'm fallin love with this masjid..



i'm fallin love, with Ramadhan..






Pulang Ke Kotaku (1)


Sejak pindah ke tengah kota Megapolitan bernama Jakarta Pusat, saya bingung tujuh keliling, rute angkutan apa yang paling tepat dan cepat kalo saya pulang kampung ke kota kecil nan nyaman bernama Sukabumi. Masalah yang utama yang membuat saya bingung adalah :

  1. Tempat saya tinggal sekarang jauh dari terminal bis manapun di Jakarta
  2. Jam pulang kerja di hari jumat adalah jam 16.30 dan jam masuk kerja di hari senin jam 07.30. Ini sangat mengkhawatirkan saya, karena jika pulang di jumat sore, kondisi jalanan sangat macet (puncak kemacetan di akhir pekan). Dan jika kembali ke Jakarta di senin pagi sangat tidak memungkinkan karena waktunya gak terkejar


Setelah survey sana-sini, Tanya sana-sini, googling sana-sini, saya menemukan beberapa alternative rute angkutan umum dari tempat saya di daerah tanah abang ke sukabumi :

  1. Dari tanah abang 1 naik angkot 08 ke shelter Trans Jakarta Harmoni. Dari harmoni naik trans Jakarta jurusan lebak bulus. Dari lebak bulus naik bis parung indah jurusan sukabumi
  2. Dari tanah abang 1 naik angkot 08 ke perempatan serong. Dari perempatan serong naik patas jurusan kampung rambutan. Dari kampung rambutan naik bis jurusan sukabumi.
  3. Dari tanah abang 1 naik angkot 08 ke stasiun tanah abang. Dari stasiun tanah abang naikkereta express (biar cepat) ke stasiun bogor. Dari stasiun bogor naik angkot 03 ke terminal bogor. Dilanjutkan dengan naik Elf ke sukabumi atau naik bis jurusan sukabumi

Hanya skenario 1 dan 3 yang pernah saya jalankan. Skenario 2 menurut saya paling beresiko karena jalur bis yang menuju kampung rambutan dari tanah abang pasti sangatlah macet, apalagi di jumat malam. Skenario 1 baik jika dijalankan di pagi hari. Hanya membutuhkan waktu satu jam dari harmoni menuju lebak bulus. Jalanan di Jakarta bebas dari macet di sabtu dan minggu pagi. Tapi sayangnya justru kemacetan puncak ada di sepanjang di jalur ciawi-sukabumi. Jadi saya membutuhkan waktu sekitar 5 jam dari tanah abang 1 sampai sukabumi.

Skenario 3 baiknya dijalankan jika pulang di hari jumat sore. Kereta express hanya butuh waktu 45 menit untuk sampai ke bogor. Dan akan lebih cepat lagi jika dari terminal bogor naik elf ke sukabumi. Total waktu yang dibutuhkan sekitar 4 jam (itu sudah plus ngetem). Dan di malam hari jalur ciawi-sukabumi jarang sekali macet. Tapi siap-siap aja, senam jantung sepanjang perjalanan, supir-supir Elf, kalo mengemudi gak inget di mobilnya ada banyak manusia. Tapi Alhamdulillah selama ini saya aman-aman saja.

Perjalanan pulang sama seperti 3 skenario di atas, tinggal dibalik saja. Tapi saya lebih suka skenario 3, karena saya akan terus berada di bis AC. Karena jarak tempuh yang lama, saya gak kuat berlama-lama di dalam bis yang tidak ber-AC, panas dan penuh asap rokok, menyiksa sekali.

Laptopku, Amanahku

Alhamdulillah, terimakasih ya Allah..Kau telah memberikan rezeki yang cukup untukku..
Call it a week !!
Si Leppy sakit lagi, kali ini parah !!
Seharusnya manusia memang gak boleh terlalu tergantung sama suatu barang, karena barang cuma benda mati buatan manusia lainnya. Saya juga masih belajar memahami dan melakukan itu.
Waktu si Leppy sakit kemarin, saya baru sadar, kalo saya mencintainya terlalu berlebihan. Begitu tau Leppy sakit, saya langsung lemes dan gak bersemangat. Yang terpikirkan oleh saya saat itu terjadi adalah, gimana caranya supaya si Leppy segera sembuh, secepat mungkin !! Akhirnya saya jadi gak berpikir panjang dan gak fokus dengan hal-hal lainnya.

Astagfirullah.. ngaku deh.. saya memang berlebihan dan..lebay..

Meski Leppy adalah milik saya, yang saya beli dari uang sendiri, tapi toh semua uang itu adalah rezeki dari Allah, artinya Leppy hanyalah sebuah amanah untuk saya. Tak seharusnya saya mencintainya terlalu berlebihan. Tak seharusnya juga saya tak berhati-hati menjaganya. Hiks.. Baiklah, si Leppy sudah sembuh sekarang, akan saya jaga dengan lebih hati-hati dari kemarin, dan mencoba untuk tak terlalu bergantung pada si Leppy.