Selesai pemilihan ketua RT, barangkali inilah yang disebut “Pesta Rakyat” sebenarnya bagi rakyat kecil. Ini jugalah lah yang membuat saya tak habis pikir, mengapa masyarakat Indonesia tak pernah bisa lepas dari sebuah acara bernama Dangdutan. Tak bisa tidak. Saat saya bertanya pada seorang teman di sebuah acara yang ada Dangdutan-nya, dia menjawab “kalo ga ada dangdut ya gak rame”. Ah..tanpa dangdut pun, sebuah acara yang dikemas dengan rapi dan menarik pasti akan ramai, itu tergantung seksi acara dan MC.
Saya ingat sebelumnya, pengurus bendahara RT melaporkan bahwa saldo keuangan yang jumlahnya sekitar 400 ribu digunakan untuk acara pemilihan RT. Uang sebesar ini memang tak cukup banyak untuk memanggil organ tunggal berserta penyanyinya, maka Dangdutan hanya diadakan melalui kaset dan speaker dengan tingkat kebisingan barangkali lebih dari 100 Desibel.
Maaf, bukannya mau mendiskreditkan lagu asli milik Indonesia ini, tapi sungguh dangdut memang tak pernah jauh dari kebisingan, penyanyi wanita, larut malam dan mabuk-mabukan. Tak semua begitu memang, tapi hampir semua iya. Saya tak pernah benar-benar bisa memahami, mengapa banyak orang menyukai Dangdutan (dengan segala embel-embelnya), sedang saya tak pernah bisa merasa terhibur oleh hiburan rakyat yang satu ini karena selalu merasa terganggu dan risih. Terlebih jika di dalamnya memang terbukti diikuti oleh joget-joget tak pantas dan mabuk-mabukan.
Jangan bicarakan soal toleransi disini, karena siapalah yang tidak terganggu dengan kegaduhan di malam hari (kecuali mereka yang dengan senang hati mengganggu dirinya sendiri dengan berjoget-joget). Dan saya juga tak bisa mengerti mengapa pemilihan ketua RT harus diadakan malam hari dan besoknya masih hari kerja, jika mau mengumpulkan warga, bukankah lebih baik di hari minggu pagi.
#malam ini tak bisa tidur, karena dua hal, teman saya sedang sakit dan kebisingan di lapangan persis sebelah kost#
0 Response to "Pemilihan RT dan Dangdutan"
Posting Komentar