Ketika kelelahan fisik melanda, setiap orang diuji pada egonya
masing-masing, apakah masih akan peduli pada orang di sekitarnya, atau hanya
peduli pada dirinya yang kelelahan.
Saya termasuk orang yang tidak setuju dengan pendapat “watak asli seseorang akan terlihat ketika
di gunung”, bagi saya yang benar adalah “watak
asli seseorang akan terlihat jika kita sudah sering saling berinteraksi ”. Jika
para pendaki terdahulu mengatakan pendapat yang pertama, itu karena mereka
memang sudah sering saling berinteraksi di gunung-gunung dan alam bebas. Yang
sebenarnya adalah, naluri seseorang akan berada pada fitrahnya jika berada di
alam bebas yang rentan dengan resiko. Gunung adalah tempat dimana kita harus
saling menjaga satu sama lain, pergi bersama, pulang pun bersama, tanpa kurang
sesuatu apapun. Karena itu, naluri sesama pendaki untuk saling peduli dan
saling menjaga akan muncul otomatis, meskipun baru kenal atau bahkan tidak
pernah kenal.
Sore itu, ketika kami hampir berhasil menggapai puncak Gede, ketika
lelah hampir tergantikan oleh pemandangan cantik dari ketinggian, ketika
seharian langit telah cerah bersahabat, tiba-tiba keceriaan kami tertutup awan
mendung yang dengan cepat tertiup dan menetap tepat di atas kami. Saat mulai
hujan rintik-rintik, saya agak sangsi harus pakai jas hujan atau tidak, sebentar
lagi kami sampai puncak dan bisa jadi hujan cuma turun sebentar. Tapi seseorang
berseru, “cepetan pake jas hujannya”.
Saya pun menurutinya. Dan beberapa detik setelah selesai memakai jas
hujan, tanpa aba-aba lagi, hujan turun dengan deras. Saya terus jalan ke depan,
sudah tidak bisa lagi melihat apakah ada teman saya di depan atau tidak,
padahal sejak pemberhentian terakhir jarak kami berdekatan.
Saat melewati sekumpulan orang yang berteduh di bawah fly sheet, saya
spontan bilang,
“permisi mas”,
padahal hujan begitu deras, bisa jadi mereka tak peduli orang yang
lewat akan permisi atau tidak. Tapi tiba-tiba ada yang memanggil saya,
“Ka Diah, tunggu disitu dulu, gw
mau ngeluarin fly sheet buat tim kita”.
Rupanya ari, sang ketua tim. Kalo saya tak bilang permisi, mungkin
Ari tak akan mengenali suara saya dan saya akan terus berjalan, padahal itu
bahaya banget. Kemudian saya berhenti di depan mereka. Ari mengeluarkan fly
sheet, kami bergerombol dalam tim kami sendiri. Saya, Ari, Marisa, Andre,
Temmy, entah kemana yang lainnya. Angin semakin kencang, hujan semakin deras.
Seseorang dalam rombongan lain di dekat kami terkena hypo dan
pingsan. Sedangkan di dalam tim kami,
Marisa mulai mual karena tidak kuat menghirup belerang. Tubuhnya mulai menggigil.
Ari menyuruh kami berjongkok untuk menghindari angin masuk ke fly sheet. Saya
kalut melihat Marisa, bahkan saat dia bilang,
“belerangnya bau banget, itu
beracun ga?”,
padahal saya sama sekali tidak mencium belerang saat itu. Saya memberikan Marisa masker basah, entah itu berpengaruh atau
tidak. Kami pun saling berpegangan tangan, untuk menjaga agar tetap ada panas
tubuh yang mengalir.
Selama hampir dua jam kami berteduh di bawah fly sheet, selalu
bertanya-tanya kepada Ari sebagai ketua, apa yang harus kami lakukan dalam
situasi seperti ini. Berkali-kali hujan reda, tapi kemudian turun lagi, membuat
kami semakin putus asa karena bisa jadi situasi seperti ini akan berlanjut
hingga berjam-jam ke depan. Ari masih ragu apakah akan terus jalan ke atas atau
turun lagi ke bawah mencari lahan untuk camp. Saya belum pernah menghadapi
badai seperti itu di gunung, tidak tahu apa yang harus dilakukan selain
menunggu aba-aba orang lain yang lebih paham. Saking kalutnya, saya hanya berpikir,
bergerak berarti hidup, jadi setiap hujan agak reda, saya mendesak Ari dan yang
lain untuk bergerak.
Ketika hujan reda (kali ini beneran reda, tapi kami belum berani
bergerak), Ucup datang membawa secercah harapan *tsaahh.. menyampaikan beberapa komando,
apa-apa yang harus kami lakukan. Sebagian rombongan tertinggal di bawah, dan
tiga orang teman drop, tapi kami harus terus bergerak ke atas, mencari lahan
untuk camp di Suryakencana. Sesampainya di puncak, kami istirahat sejenak,
empat orang teman sudah tidak sanggup untuk jalan.
Mungkin karena situasi gelap, angin kencang, dingin, lagi-lagi kami
kehilangan koordinasi. Para lelaki di depan bergegas turun ke Suryakencana,
tanpa tahu, ada lima orang yang sedang beristirahat di tenda orang lain,
bahkan saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan, diam menunggu di atas
berdiri di luar tenda (itu tenda orang lain, kami hanya dipersilakan menitipkan
yang sakit) atau ikut menyusul turun ke Suryakencana. Akhirnya saya dan Tari
memutuskan untuk ikut turun, berjanji dalam hati ketika sudah sampai dan
mengisi energi kembali di bawah, kami bisa menjemput teman-teman lain di atas, kalo saya tidak sanggup, mungkin teman2 yang laki2 bisa. Waktu itu saya sama
sekali tidak tau kalo jalur menuju Suryakencana itu jauh dan sulit.
Perjalanan menuju Suryakencana tidak semulus yang dibayangkan.
Beberapa orang mulai berkali-kali terjatuh, ada yang tidak sanggup lagi membawa
tas, ada yang mulai kesal karena harus membawa beban double, ada yang kesal
karena ditinggal tanpa senter. Saya hanya bisa berdoa dan berdzikir, sambil
memikirkan cara menjemput teman-teman di atas nanti.
Tiba di Suryakencana, perjuangan belum berakhir. Angin lembah sangat
kencang dan dingin. Kelelahan fisik kami sudah pada puncaknya. Beberapa orang
drop, beberapa tak bisa lagi menahan kekesalannya. Manusiawi memang, dan saat
itulah ego kami masing-masing diuji. Sambil menunggu para lelaki mendirikan
tenda, saya dan Tari memasak air. Baru
dua tenda didirikan, air baru saja mendidih, lagi-lagi hujan turun tanpa
aba-aba. Semua bergegas masuk ke dalam tenda, menyelamatkan keril yang bisa
diselamatkan, beberapa peralatan dan logistik yang terlanjur dikeluarkan tak
sempat diselamatkan. Hujan, Badai, dan kami terperangkap lagi.
Sekitar satu jam kemudian hujan reda, saya masih
memakai pakaian basah, dan kelaparan. Saat berinisiatif untuk memasak, saya
malah dimarahi dan disuruh kembali istirahat ke tenda, hiks.. Padahal sungguh,
waktu itu Alhamdulillah saya masih kuat menahan dingin di luar dan memasak
untuk teman-teman yang lain. Saya cuma kepikiran teman-teman di atas, masih
dengan baju yang basah, tanpa logistik, dan tenda yang berdempet-dempetan. Kalo bisa masak dan semua orang makan, mungkin energi akan terisi kembali dan ada yang bersedia menjemput ke atas. Akhirnya saya kembali diam di tenda, tanpa bisa istirahat.
Saya, Tari, Ari ada di tenda consina (ga tau kenapa
tiba-tiba Ari masuk ke tenda kami, yang harusnya khusus cewe). Sisanya yang
lain ada di tenda induk. Ini masih kurang, ada satu lagi tenda yang belum
didirikan. Ucup berinisiatif keluar, dia melawan egonya untuk
beristirahat dan berusaha mendirikan tenda satu lagi, bersama Temmy. Saya jadi
inget soundtrack
Superman,
"It may sound absurd,
but don't be naive
Even heroes have the right to bleed”.
The real hero bukanlah
seseorang yang harus selalu sempurna dan kuat setiap saat, tapi ketika dirinya
lemah dan dia masih peduli untuk menolong yang lain.
Berkali-kali Ucup memanggil Ari yang sedang terkapar di tenda saya
untuk ikut membantu mendirikan tenda. Saya agak khawatir sebenarnya Ari sedang
Hypo, badannya menggigil dan saya ga bisa berbuat apa-apa, *iya secara dia cowo kan ga mungkin saya peluk2 biar anget -_-
Saya juga khawatir sama Ucup
dan Temmy, di luar super dingin, dan mereka hampir putus asa karena tidak
berhasil mendirikan tenda. Akhirnya saya pun keluar, sekedar bertanya,
“itu tendanya Lafuma summer time
ya? Ini harusnya begini, ini begitu..”
Damn.. bahkan saya tidak tahu
apa yang saya katakan benar atau tidak, saya cuma sekilas menjiplak apa yang
pernah teman saya ajarkan waktu mendirikan tenda sejenis. Saya takut tidak bisa
tidur semalaman kemudian ikut drop. Saya takut memikirkan teman-teman yang
ditinggal di atas, yang sudah pasti ga bisa dijemput malam itu juga. Saya takut
Ucup dan Temmy putus asa dan kecewa pada teman-temannya yang sedang terlelap. Berbagai
ketakutan menyelimuti saya malam itu.
Tapi kata Chrisye, badai pasti
berlalu. Temmy memanggil bapak-bapak penjual nasi uduk untuk mendirikan
tenda. Sambil menunggu mereka mendirikan tenda, saya mulai memasak air dan mie rebus (dan berharap ga dimarahin lagi, hiks..).
Bangun-bangun udah disuguhin energen dan mie rebus (lagi, hehe..).
Meski angin masih tetap kencang, tapi melihat matahari yang bersinar terang,
saya sedikit lega. Tak sempat melihat sunrise pun tak apa-apa, yang penting
pagi itu semua sudah sehat dan ceria kembali. Satu persatu teman-teman yang
tertinggal di atas tadi malam, turun bergabung dengan kami, dengan wajah cerianya masing-masing, tanpa perasaan
kesal sedikit pun karena ditinggal. Yang saya kagum dari persahabatan para
lelaki adalah, meskipun suatu waktu mereka saling tak sepaham, dalam waktu
sepersekian jam, mereka sudah akur kembali. What a wonderfull friendship :)
I'm more than a bird, I'm more than a plane
I'm more than some pretty face beside a train
And it's not easy to be me
And it's not easy to be me
I know it’s really not easy to
be you, melakukan segala hal dengan sepenuh hati, sebagai bentuk tanggung jawab
dari apa yang menjadi anugrahnya. Beban berat,
itulah konsekuensi sebuah ketulusan hati, bahkan tanpa imbalan. Thanks a
lot for The real hero
I can't stand to fly, I'm not that naiveI'm just out to find, The better part of me
I'm more than a bird, I'm more than a plane
I'm more than some pretty face beside a train
And it's not easy to be me
Wish that I could cry
Fall upon my knees
Find a way to lie
About a home I'll never see
It may sound absurd, but don't be naive
Even heroes have the right to bleed
I may be disturbed, but won't you concede
Even heroes have the right to dream
It's not easy to be me
Up, up and away, away from me
It's all right, you can all sleep sound tonight
I'm not crazy, or anything
I can't stand to fly
I'm not that naive
Men weren't meant to ride
With clouds between their knees
I'm only a man in a silly red sheet
Digging for kryptonite on this one way street
Only a man in a funny red sheet
Looking for special things inside of me
Inside of me
Inside me
Yeah, inside me
Inside of me
I'm only a man
In a funny red sheet
I'm only a man
Looking for a dream
I'm only a man
In a funny red sheet
And it's not easy
Its not easy to be me
0 Response to "Badai Pasti Berlalu (Pendakian Gn Gede)"
Posting Komentar