Hari ke- 2, Selasa, 2 Maret 2013
Dengan semangat
2013, paginya kami bersiap-siap. Ternyata Ibunya Lucy sudah menyediakan sarapan untuk kami (Sungguh keluarga yang ramah). Jam 9, kami menuju Unisma untuk ketemuan dengan Mas Eko dan Mas
Ndoyo, temannya Mas Okta yang akan menemani kami sepanjang perjalanan. Mba Ain dan
Lucy mengantar keberangkatan kami sampai Unisma, entah kapan bisa bertemu dengan teman-teman yang
baik hati ini. Mba Ain bahkan membantu saya naik trail, supaya saya bisa duduk
dengan nyaman. (so sweet
bangeett..:p)
Seumur-umur
belum pernah saya naik motor trail. Sekalinya naik, rutenya menuju gunung,
yang.. yah..bisa dibayangkan sendiri gimana tingkat ke-ekstrimannya.. Rasanya naik
motor trail itu.. kaya lagi ngetrack di sirkuit F1 (padahal mah belum pernah
juga). Awalnya saya deg-degan, karena motor itu ngebutnya bukan main, padahal masih
di jalanan kota Malang yang mulus. Tapi lama kelamaan, saya bisa menyesuaikan
diri, meski kaki agak pegel karena motor yang saya naiki tidak ada pijakan
kakinya. Di jalan kami mampir di bengkel, sepertinya ban motor mau diperbaiki,
entahlah. Mas Ndoyo memasang sejenis paku/mur panjang di bagian belakang motor untuk
tempat pijakan kaki saya. Sebenernya saya terharu, tapi saya protes juga, “kok pasang pakunya cuma satu, kakiku kan dua..”, hehe..
Perlengkapan perang |
Narsis dulu di rumah Lucy |
Mba Ain, saya, Arti, Lucy |
Nunggu service motor |
Mas Ndoyo lagi muter otak, pasang mur buat pijakan kaki, tapi anak kecil di sebelahnya lebih menyita perhatian, 'montir wanna be!!' :)) |
Ini adalah rute yang kami tempuh menuju Ranu Pane – Bromo :
Malang – Tumpang – Jemplang – Ranu Pane – Ranu Regulo – Jemplang – Padang Savana (Bukit Teletubbies) – Padang Pasir (Pasir Berbisik) – Wonokriti – (bermalam) – Pananjakan 1 – Kaldera Bromo - Padang Pasir (Pasir Berbisik) - Padang Savana (Bukit Teletubbies) – Jempang – Malang
Mas Okta bilang, kami
ga akan menyesal telah memilih rute ini, karena keindahannya yang menakjubkan.
Dan itu benar! Saya ga akan pernah menyesal. Jika saja motor trail ini tidak terlalu
menyeramkan untuk saya sehingga kedua tangan saya harus berpegangan kencang,
saya pasti akan memegang kamera sepanjang perjalanan, mengabadikan semua yang terlihat mata saya.
Di tengah perjalanan, motor trail yang dinaiki Arti dan
Mas Eko beberapa kali mogok, beberapa kali pula Mas Ndoyo menyuruh saya
menunggu di suatu spot karena dia akan balik arah lagi melihat keadaan motor
Mas Eko.
“Berani ga sendirian?” tanya Mas Ndoyo.
“Berani”, jawab saya
(tapi sambil pucet
pasi gitu deh, wong di sekeliling ga ada orang, saya
dipinggir jalan sendirian)
Motornya mas eko mogok |
Di
Pertigaan Jemplang (pertigaan menuju Bromo dan Semeru), kami beristirahat
sebentar. Pemandangan Padang
Savana menuju Bromo terlihat dari sini, Subhanallah.. luar biasa indah. Mas Eko menunjukkan tower jika kami ingin menikmati pemandangan dari tempat
yang lebih tinggi.
Dengan semangat membara saya dan
Arti menuju tower. Sampai di bawah tower, saya menelan
ludah dan mengurungkan niat untuk naik ke tower, sedangkan Arti terus naik ke
atas tangga yang lumayan mengerikan itu. Baru setengah perjalanan menuju puncak
tower, Arti berhenti, mungkin dia mulai deg-degan, sampai akhirnya dia turun
lagi, haha.. “Kok turun lagi?” kata Mas Eko dengan nada menyindir, hihi.. Tau
ah.. tangga nya tangga 90 derajat gitu, mana berani..
di Pertigaan Jemplang |
Sekitar jam 12.30 kami sampai di Desa Ranu Pane. Kegembiraan saya
benar-benar tak terucapkan dengan kata-kata *lebay*. Ranu Pane adalah pos awal
pendakian menuju Gunung Semeru. Meski saya belum pernah ke Semeru, menjejak di kakinya
saya senang riang gembira bukan main :D Di desa Ranu Pane ini ada dua danau,
yaitu Ranu Pane dan Ranu Regulo. Ranu pane lebih besar, tapi menurut saya Ranu
Regulo lebih indah karena agak jauh dari pemukiman penduduk, bersih dari sampah
dan dikelilingi padang ilalang kaya di film-film India, hehe.. Konon Ranu
Kumbolo, sang kakak pertama jauh lebih indah dari kedua danau ini, someday I’ll
be there :)
Di Ranu Pane kami berkenalan dengan dua orang mahasiswi Unibraw yang
katanya lagi iseng maen ke Ranu Pane (enak banget sih orang Malang, ke Ranu
Pane aja bisa iseng doang). Ternyata mereka hobby naek gunung, pernah sampai ke
puncak Semeru (pantesan aja ke Ranu Pane iseng doang). Yang mengharukan adalah,
mereka menawarkan tempat menginap di kos-kosannya kalo mau main ke Malang lagi.
Inilah yang saya kagumi dari para backpacker/ pendaki gunung/pecinta alam,
mereka begitu ringan tangan membantu orang lain yang bahkan baru dikenal, tanpa
rasa curiga sedikit pun, dan tanpa pamrih. Alhamdulillah saya belajar banyak
dari mereka
Setelah puas di Ranu Pane dan Ranu Regulo, kami menuju kawasan Bromo.
Bagian paling Amazing dari trip ini adalah melewati Padang Savana dan Padang
Pasir. It’s like heaven in the earth. Subhanallah, AllahuAkbar. Sungguh saya
jatuh cinta pandangan pertama pada Padang Savana yang dikelilingi tebing-tebing
hijau, kaya di negeri antar berantah, tapi ini Indonesia!!
Saya tak sabar, meminta Mas
Ndoyo memberhentikan motor.
“Berenti duluu..mau foto disini”
“iya nanti disana aja, kita naek
bukit”
what!! Naek bukit?? Jalan kaki
atau pake motor?? Pertanyaan itu tak sempat keluar dari mulut saya. Motor
benar-benar melaju menuju salah satu bukit savana. Motor trail memang didesain
untuk melewati medan-medan berat seperti ini. Kengerian yang menyenangkan, karena
dari atas bukit, pemandangan memang lebih indah. Banyak orang menyebut savana
ini dengan sebutan Bukit Teletubbies, karena mirip seperti perbukitan di film
Teletubbies, berpelukaannnn… :D
ini di atas bukit lho ^^ |
Dari Savana kami menuju padang pasir. Ada
ritual yang sudah kami rencanakan sejak dari Malang, yaitu menulis di pasir.
Saya ga ada ide mau nulis apa, mau nulis “I love you” ntar kaya abg labil, atau
“waiting for you” ntar ketauan galaunya, haha.. ya udah saya tulis aja “diah is
here” trus foto deh di sebelahnya. Ternyata masih ada yang lebih ga kreatif
daripada saya, Arti Cuma nulis nama “Arti” trus ikut-ikutan saya foto di
sebelah tulisan itu.
Waktu semakin sore, kami segera melanjutkan perjalanan menuju Kaldera
(kawah bromo). Tapi karena gerimis kami hanya mampir sebentar di depan Pura
(tentu saja untuk berfoto), kemudian langsung menuju Wonokriti, tempat kami
akan menginap. Sebelum berangkat dari Malang, Arti dengan bantuan Mas Eko sudah
booking penginapan via telpon, jadi sampai sana kami tidak usah repot cari
homestay. Tarif penginapan yang kami tempati 250 ribu/malam, dengan 2 kamar
tidur dan 1 kasur tambahan di ruang tv. Cukup nyaman dan murah. Saya sengaja
memilih penginapan tanpa air hangat, selain supaya lebih hemat ada ritual yang
harus saya lakukan disana, yaitu mandi air dingin! Kapan lagi merasakan air
dingin di bromo! Dan saya sudah merasakannya, sekali itu, ya.. cukup sekali itu
saja seumur hidup, haha..
Saya dan Arti berniat untuk tidur cepat, karena jam 4 subuh kami harus berangkat menuju Pananjakan 1 untuk menyaksikan keajaiban Bromo lainnya, yaitu matahari terbit. Tidur cepat hanya rencana belaka, dua orang sahabat yang udah setahun ga pernah ketemu ini punya bergudang cerita untuk disampaikan, hehe…
orang iseng |
Our homestay |
Saya dan Arti berniat untuk tidur cepat, karena jam 4 subuh kami harus berangkat menuju Pananjakan 1 untuk menyaksikan keajaiban Bromo lainnya, yaitu matahari terbit. Tidur cepat hanya rencana belaka, dua orang sahabat yang udah setahun ga pernah ketemu ini punya bergudang cerita untuk disampaikan, hehe…
Bersambung ke sini…
20 Mei 2013 pukul 15.18
salam kenal mbak. saya gilang dari jakarta (www.insangku.blogspot.com) t: @gillnegara. saya mau tanya, apa mbak diah tau orang yagn bisa menyewakan motor trail/motor biasa dari Ranu pane ke bromo? saya rencana ke bromo tanggal 9 Juni.
Tks
Gilang: gillnegara@gmail.com