Welcome to
Amazing Bromo. Sebuah tempat yang membuat saya jatuh cinta kepadanya, dan pasti
akan kesana lagi suatu hari nanti, InsyaAllah. Setelah beberapa kali (sejak
tahun lalu) trip ini batal, diundur, dan pesertanya berkurang satu,
Alhamdulillah akhirnya saya bisa menjelajahi sepercik keajaiban di Bumi Allah
ini bersama sohib saya, Arti.
Sejak seminggu
sebelum berangkat, saya udah ga bisa konsentrasi sama kerjaan kantor, kesibukan
saya tiap hari cuma searching, browsing, chatting, untuk cari info dan bekal demi
sampai tujuan nanti. Lalu saya menemukan grup Backpacker Indonesia di Facebook,
dengan lugu dan polosnya bertanya tentang rute yang akan kami tuju. Saat itu,
saya memutuskan untuk mencicipi ranu pane di lereng Gunung Semeru sebelum
menjejakkan kaki di Bromo.
Berbekal info
dari internet, berangkatlah saya dan teman saya, just two of us, dua-duanya
cewe dan kami belum pernah pergi ke Bromo. Nekat.. itu kata yang paling banyak
dilontarkan kepada saya. Belum tau aja mereka, banyak para backpacker lain yang
lebih nekat dari saya. Nih contohnya, dari grup Backpacker Indonesia itu saya
kenalan dengan mba Ain, cewe asal Bekasi yang ternyata juga akan pergi ke Bromo
pada tanggal yang sama, selain Bromo dia juga pergi ke Jember, Banyuwangi dan
daerah lainnya di Jawa Timur, sendiri.. yup sendiri.. hebat kan?
Setelah chitchat
dengan mba Ain, dan menunjukkan itinerary saya yang super kacau balau, kami
janjian ketemu di Malang, dan berencana akan barengan menuju Ranu Pane – Bromo.
Ini pertama kali saya pergi bekpekeran, meski sudah tau tujuannya akan kemana,
tetapi saya ga tahu pasti gimana cara menuju kesana. Serunya lagi, sohib saya
Arti, nurut aja waktu saya beritahukan rencana saya yang sebenarnya sangat
tidak matang. Well, the show must go on.. and the journey is begin
Hari ke-1, Jumat, 1
Maret 2013
Saya berangkat
dari Soekarno Hatta dan sampai di Bandara Abdurahman Saleh, Malang jam 07.30
pagi. Sungguh jika bisa, saya lebih suka
naik kereta, selain jauh lebih murah, hawa bekpeker nya lebih terasa *halahh..
Tapi karena waktu yang mepet dan saya ga berani naik kereta sendirian untuk
waktu belasan jam, jadi saya putuskan
naik pesawat.
Dari hasil
browsing internet, saya tahu bahwa satu-satunya transportasi dari Bandara Malang
menuju tempat manapun di luar Bandara adalah taksi bandara, dengan tariff
80.000 – 100.000 tergantung regional destinasi. Arti berangkat dari Bandung
menuju Surabaya karena dia harus mampir ke kantor pusatnya di Surabaya. Kami
janji ketemuan di Terminal Arjosari Malang jam 11. Demi pengiritan, saya
nekat menaiki taksi ber-argo yang kebetulan baru aja mengantarkan penumpang bandara
dari luar. Mungkin secara etika dunia pertaksian, yang saya lakukan itu ga
boleh, but come on.. dengan taksi argo saya hanya mengeluarkan biaya 35.000
sampai ke Terminal Arjosari, bandingkan jika saya naik taksi Bandara, lebih
dari dua kali lipatnya! Wow..
Setelah dua jam
duduk di terminal Arjosari, akhirnya Arti tiba dari Surabaya. Kami bertemu
dalam keadaan yang sama, lapar! Hehe.. Pertanyaan pertama yang dilontarkan Arti
adalah “habis ini kita kemana? Naik apa?”.
Dan saya cuma bisa bilang “ga tau, aku mau tanya mba Ain dulu”.
Saya sadar dalam hatinya Arti kaget sekaligus khawatir dengan jawaban saya, haha.. :D
Dan saya cuma bisa bilang “ga tau, aku mau tanya mba Ain dulu”.
Saya sadar dalam hatinya Arti kaget sekaligus khawatir dengan jawaban saya, haha.. :D
Sambil makan
siang, saya mengabari mba Ain bahwa saya dan Arti sudah sampai di Arjosari.
Saya minta petunjuk dimana kami akan bertemu, lalu dengan pedenya saya bilang “Apa kita ketemu di Tumpang aja mba?”
(saya bahkan ga tau tumpang itu dimana dan bagaimana menuju kesana). Untungnya mba Ain mencegah saya langsung pergi ke Tumpang, saya diarahkan untuk menuju ke SMA 4 Malang, tempat dimana Sang Hero kami berada..*jengjenggg
(saya bahkan ga tau tumpang itu dimana dan bagaimana menuju kesana). Untungnya mba Ain mencegah saya langsung pergi ke Tumpang, saya diarahkan untuk menuju ke SMA 4 Malang, tempat dimana Sang Hero kami berada..*jengjenggg
SMA 4 ternyata
ada di Kawasan Balaikota Malang. Ga asing lagi buat saya, karena pernah ke
daerah ini sebelumnya. Sang Hero kami, atau kami memanggilnya mas Okta, adalah
alumni SMA 4 Malang yang kemudian menjadi Pembina ekskul HPA di almamaternya.
Dia juga punya EO untuk Outbond Training dan tergabung dalam Tim SAR di Malang(ini
bener ga sih biografinya, tau deh, hehe..) Mba Ain kenalan dengan Mas Okta di
facebook, saya kenalan dengan mba Ain juga di facebook. Ah, betapa facebook ternyata
sangat bermanfaat, jika kita mau memanfaatkannya dengan baik.
Saat itulah saya
baru menyadari kesalahan saya, yaitu pergi ke suatu tempat tanpa info yang
cukup (sebenernya sih sebelum berangkat dari Jakarta juga udah sadar,
hehe..tapi apa mau dikata, keinginan kami untuk pergi ke Bromo ga bisa ditunda
lagi, lagian tiket udah dibeli, masa cuma gara-gara kurang info ga jadi pergi,
cemeennn…haha..). Mas Okta memberi arahan panjang kali lebar samadengan luas
mengenai Rute Ranu Pane dan Bromo. Pergi kesana ternyata tak semudah yang kami
pikir. Terutama mengenai transportasi. Karena kami cuma bertiga, jika menyewa
Jeep akan sangat mahal (satu Jeep sekitar 600 ribu). Alternatif lainnya adalah
dengan menggunakan motor. Sewa satu motor per hari biasanya cuma 50-60 ribu. Tapi
dengan kondisi mendadak dan pas weekend, akan sulit menemukan sewa motor. Saya mulai
sadar, mas Okta yang juga Tim SAR ini sepertinya
amat peka dan khawatir jika kami yang lugu dan polos ini hanya pergi bertiga
begitu saja.
Mas Okta ngajak keliling2 Balaikota |
Menjelang sore mba Ain
menghubungi Lucy, mahasiswi asli Malang (mereka berdua juga kenal dari facebook
via grup Backpacker Indonesia). Kami akan bertemu Lucy, juga untuk membicarakan
rencana ke Ranu Pane – Bromo. Sambil menunggu Lucy pulang kerja, kami bertiga
ditemani mas Okta jalan-jalan keliling alun-alun Malang. Jam 3 kami menuju
kos-kosan pacarnya Lucy, dan kembali membicarakan rencana kami. Disini saya
mulai merasa takjub. Saya dan Arti, bahkan baru mengenal mereka beberapa jam,
lihatlah bagaimana mereka memperlakukan kami, disediakan tempat transit, diajak
diskusi, difasilitasi bagaimana agar kami bisa berangkat ke Ranu Pane – Bromo
dengan aman dan nyaman. Raut wajah mas Okta semakin memperlihatkan
kekhawatiran, entah mungkin dia sedang ingat adiknya, kakaknya atau saudara
perempuannya, jadi dia kasihan sama saya, Arti dan mba Ain, hehe.. Setelah diskusi panjang, diputuskan bahwa kami
akan pergi dengan menggunakan motor. Sore itu Mas Okta dan Arti pergi
berkeliling, mencari motor yang bisa disewa dan orang yang bisa menemani kami
berangkat sampai pulang lagi.
Di kos2an cowonya Lucy, galau menanti esok hari |
Kalo Arti mah galau juga tetep narsis :p |
Akhirnya Mas
Okta dan Arti kembali dengan kabar yang cukup menggembirakan, sudah fix dua
motor dengan dua orang yang akan menemani kami sepanjang perjalanan menuju Ranu
Pane – Bromo. Sayangnya, karena hanya ada dua motor, mba Ain tidak ikut bersama
kami. Saya tahu betapa kecewanya mba Ain, tapi saya yakin hati dan jiwanya yang
besar dengan cepat akan mengobati kekecewaannya. Mas Okta sendiri yang akan
mengantar mba Ain hari Minggunya dengan rute yang sama. Saya ingat betul
perkataan Mas Okta waktu itu “Saya baru bisa bener-bener lega kalo kalian bisa
pergi dengan aman”. huwaaa...beneran speechless dehh, thanks a bunch mas Okta Hero.. ^_^
Malam itu kami
menginap di rumah Lucy dan tidur dengan nyenyak. Saya tak sabar menanti esok
hari!
Bersambung ke sini…
0 Response to "Amazing Ranu Pane - Bromo (1)"
Posting Komentar