Ehm,
perjalanan pulangnya belum diceritain yah, nanti ada yang protes lagi :p
Masih di hari Senin, 4 November 2013
Dari Kenteng
Songo, perjalanan kami selanjutnya adalah turun menuju Selo. Jalur ini tak
kalah dahsyatnya dengan Jalur Chuntel. Tapi ini juga yang saya tunggu-tunggu
sejak mendengar kata “Merbabu”. Yaitu berjalan di Padang Sabana yang indah :)
Yup, Sabana I dan Sabana II membuat kami seperti berada di negeri antah
berantah. Sebentar-sebentar diselimuti kabut, sebentar-sebentar langit cerah,
bersama angin yang masih setia menemani langkah kaki kami. Sayangnya ada
beberapa bukit yang gundul terbakar, entah tak sengaja karena ulah para
pendaki, entah karena terik matahari saat musim kemarau. Semoga rerumputannya
segera pulih dan menghijau kembali.
|
Jalur Menuju Sabana
(Photo by : Dadang) |
|
Padang Sabana Yang Terbakar
(Photo by : Diah) |
|
Rerumputan Padang Sabana
(Photo by : Diah) |
|
Beautiful Sabana
(Photo by : Diah) |
|
Pos IV Jalur Selo, Sabana I
(Photo by : Dadang) |
Selepas
Padang Sabana, jalur yang kami lewati lebih ekstrim lagi. Turunan curam dengan
tanah gembur dan ngebul. Saya dan Tari lebih tertarik untuk main perosotan di
turunan-turunan curam itu, haha. Dalam kondisi apapun, yang penting keep smile.
Meski dengkul sakit dan ujung-ujung jari kaki lecet, kami harus terus berjalan
menuruni jalur.
Perjalanan
naik selama dua hari via Chuntel dan perjalanan turun selama setengah hari via
Selo. Semua momen yang kami lewati adalah momen kebahagiaan. Meski cuaca silih
berganti, panas matahari yang menyengat kulit, hujan badai yang menerpa tubuh,
kabut tebal yang menyelimuti jalur, dingin yang menusuk-nusuk tulang, tak ada
ego yang dominan, tak ada perdebatan yang berarti, semua saling mengalah (yaa
walopun kami harus sering mengalah ama Anto yang dikit-dikit ngambek, hahaa),
semua saling menjaga, saling peduli, saling memberikan dukungan. Sungguh ini jauh lebih menyenangkan, disaat
cuaca alam tidak kondusif, cobalah untuk selalu ceria, agar perjalanan menjadi
lebih berarti dan lebih indah untuk dikenang.
Malam itu setelah
transit di Basecamp Selo, kami memutuskan untuk menginap di rumah saudara Haryo
di Magelang. Saat itu kaki-kaki kami masih belum terlalu terasa sakitnya, jadi
masih bersemangat untuk jalan-jalan di Magelang (Borobudur) atau di Jogja
keesokan harinya. Sesampainya di Magelang, kami dijemput mobil saudaranya
Haryo.
Dalam suasana
hening dan khusyu di mobil, sambil menikmati kelelahan selama perjalanan, kami hanya mendengar
suara sang Ibu-ibu saudaranya Haryo (siapa namanya ya lupa nanya), yang
sedang menelpon dengan berbahasa Jawa.
“Iya sudah ketemu, ganteng sekali”
Tiba-tiba
saja tawa kami pecah berbarengan, tanpa ampun, tanpa malu tapi malu-maluin dan
sebenernya ga sopan juga sih, tapi apa daya pengen ketawa denger kata-kata itu,
hahaa.. Sejak itulah Haryo dijuluki Cah Ganteng
Kami dijamu
dengan sangat baik oleh keluarga saudaranya Haryo. Bahkan para wanita diberi
kamar khusus ^_^ Dan, malam itu akhirnya kami bisa tidur dengan nyenyak dan
hangat, beratapkan genteng rumah, tidak lagi di alam bebas. Lantunan tidur pun bukan
hanya berasal dari Bang Wanda aja, tapi juga dari yang lainnya, haha.. ngorok
berjamaah
Selasa, 5
November 2013
Tampaknya
kaki-kaki ini sudah mulai merasakan lelah dan sakit. Pagi-pagi sekali saya dan
Tari diajak ke pasar terdekat untuk berbelanja, untungnya udah mandi dan seger,
saya sih seneng aja kalo jalan-jalan, walopun cuma ke pasar. Setelah menelpon
agen bis dan fix mendapat bookingan bis Mulyo Indah di Magelang, kami
memutuskan untuk tidak kemana-mana hari itu, cukup menunggu dan beristirahat di
rumah saudaranya Haryo sampe sore hari. Sarapan, tidur, makan spageti, tidur,
makan bakso, tidur (kalo yang ini spesialisasinya Dadang, hahaa :p) sambil
bercengkrama dan bercanda. Rasa-rasanya saya tidak ingin waktu cepat berlalu,
kebersamaan ini terlalu cepat untuk segera berakhir *tsahhh
But life must
goes on. Jam 3 sore kami berangkat menuju terminal Tidar, Magelang. Bis yang
dijadwalkan jam 4 ternyata baru datang jam setengah 6. Yang spesial dalam
perjalanan pulang kali ini adalah, Pangeran Kodok Bang Wanda mendapat teman
sebangku seorang putri dari khayangan yang menyebabkan lantunan tidurnya yang
sakti mendadak hilang. Sedangkan Anto mendapat teman sebangku seorang Bapak,
yang mungkin punya beberapa anak gadis di rumah, sayangnya Anto ga ada usahanya
barang dikit buat ngorek-ngorek informasi, haha. Saya masih sebangku sama Tari,
duduk manis dan tidur dengan nyenyak. Ucup juga masih sebangku sama Dadang,
bahkan bis dengan 26 seat masih kurang luas untuk Dadang yang kakinya kelewat
panjang itu :p Setelah 12 jam perjalanan, Alhamdulillah kami tiba di Jakarta, kemudian
kembali ke rumah masing-masing dengan sejuta kenangan yang tak akan pernah
terlupa.
Kenangan
indah berasal dari perjalanan yang telah usai. Tapi bukan berarti kita berhenti
sampai di sini, mungkin suatu saat, di lain waktu kita akan bersama-sama lagi, melangkahkan
kaki ini menuju suatu tempat. I wish.. :)
Mengutip kata-kata Anto : Ayolah jalan lagi, udah lama ga ayoo!
“Kalo boleh
dan bisa, aku ingin mengulangi perjalanan itu, sekali lagi..”
(tapi ga usah
lewat punggungan sapi, jembatan setan, ama rayapan cinta, langsung kenteng
songo aja, hahaha)
Jabat tanganku, mungkin
untuk yang terakhir kali
Kita berbincang tentang
memori di masa itu
Peluk tubuhku usapkan
juga air mataku
Kita terharu seakan
tidak bertemu lagi
Bersenang-senanglah, Karna hari ini yang
'kan kita rindukan
Di hari nanti sebuah
kisah klasik untuk masa depan
Bersenang-senanglah, Karna waktu ini yang
'kan kita banggakan
di hari tua
Sampai jumpa kawanku, Smoga kita selalu
Menjadi sebuah kisah
klasik untuk masa depan
Sampai jumpa kawanku
Smoga kita selalu
Menjadi sebuah kisah
klasik untuk masa depan
Bersenang-senanglah, Karna hari ini yang
'kan kita rindukan
Di hari nanti
Mungkin diriku masih ingin bersama
kalian
Mungkin jiwaku masih
haus sanjungan kalian
(Kisah Klasik Untuk Masa Depan - Sheila on 7)
(Selesai..)