Bertanya

Yah, ketika saya bertanya apa, mengapa, kapan, bagaimana, sebenarnya saya memang bertanya dengan sungguh-sungguh dan mengharap jawaban sungguh-sungguh. Bertanya bukan untuk menjadikan diri lebih rendah dari orang yang ditanya. Bertanya juga bukan untuk menyombongkan diri karena ternyata kitalah yang lebih tau dari orang yang ditanya. Bertanya ya bertanya saja, untuk sesuatu yang tidak kita ketahui, untuk sesuatu yang tidak bisa kita temukan jawabannya atau yang tidak kita pahami hanya dengan membaca buku, jurnal, (apalagi artikel internet).

Maka peluang terbesar kita adalah ketika seorang guru/dosen/pembicara seminar “Ada yang ingin bertanya?” Kita sebaiknya lebih banyak bertanya daripada mendebat mereka. Bertanya akan membuat ilmu kita bertambah, dibandingkan mendebat hanya untuk mempertahankan pengetahuan kita yang itu-itu saja.

“Karena bertanya tak membuatmu berdosa” 



Aksi-Reaksi


Suatu hari, ada sekumpulan orang, sedang membicarakan permasalahan-permasalahan di negeri ibu pertiwi yang sedang hangat-hangatnya. Lima menit saja, semua orang disitu sudah mempunyai ide-ide , dan tiba-tiba semua menjadi pembicara-pembicara handal, mengutarakan dengan detail permasalahan terkait topik tersebut, lengkap dengan solusi-solusinya yang brilian. Diskusi menjadi hangat dan hidup, pembicara satu bahkan didebat oleh pembicara lain, kemudian yang lainnya lagi menimpali atau mengoreksi. Mereka hebat dalam mencari kesempurnaan solusi dengan versi masing-masing. 

Bayangkan, itu baru sekumpulan saja, sudah bisa menghasilkan banyak solusi untuk permasalahan bangsa. Saya percaya dan yakin ada banyak sekumpulan orang seperti ini, tersebar di seluruh negeri ini. Jadi, bukankah seharusnya dengan solusi-solusi yang brilian itu, negeri ini sudah bisa mengatasi segala permasalahannya?? Sayangnya kenyataan belum mengijinkan terwujudnya hal tersebut. Kenapa??

Sebelum menjawab kenapa. Mari perhatikan dulu yang ini : Apa reaksi kita saat mendengar kata Merdeka!! Apa reaksi kita saat mendengar orasi kebangsaan yang menggebu-gebu, berisi kata-kata cinta tanah air? Bukankah seketika itu pula semangat dan rasa bangga kita terhadap negeri ini akan bangkit? Dan seketika itu pula terbesit dalam pikiran kita bahwa kita akan melakukan yang sebak-baiknya untuk negeri ini.

Nah, mintalah Pak RT atau Pak RW untuk mengajak sekumpulan orang yang mempunyai solusi-solusi brilian tadi dan orang-orang yang tergugah semangat kebangsaannya, untuk ikut kerja bakti tiap minggu membersihkan lingkungannya. Lihat apa yang terjadi. Jika mereka konsisten melakukannya, maka majulah negeri ini. Jika tidak, silakan ambil kesimpulan sendiri untuk menjawab pertanyaan: kenapa permasalahan negeri ini masih berkutat pada hal-hal yang sama?

Ini hanya salah satu indikator sederhana saja.



My little niece

Namanya Adzka Karimah Nurhaliza . Dia keponakan dari kakak perempuan saya yang pertama. Kakak saya ini paling jago kalo ngasih nama. Lihat saja nama di atas J Pada tiap nama ada doa, dan benar saja, keponakan saya ini tumbuh menjadi anak yang cerdas, berakhlakul karimah, dan pemberani. Sejak TK dia sudah bisa baca tulis hitung. Menjadi juara mewarnai menandakan potensinya di bidang seni. Sekarang adzka duduk di semester dua kelas 1 SD. Semester yang lalu dia meraih ranking 1. Nilai matematikanya sempurna sepuluh, begitu pula dengan nilainya yang lain. Hanya satu yang nilainya paling kecil (entah 7 atau 8) yaitu pelajaran seni. Hanya karena ketika disuruh menyanyi di depan kelas, suaranya sangat kecil, akhirnya dia mendapat nilai yang kecil.

Adzka said : "Subhanallah, bagus banget ya ciptaan Allah"
(ini asli ucapan dia)

Adzka memang pemalu, tapi dia malu pada tempatnya. Dia pemalu yang pemberani. Dia malu ketika menginginkan makanan yang ada di meja, padahal tanpa bilang pun dia boleh memakannya. Kakak saya (ibunya) pernah mendapati Adzka sampai naik-naik ke kursi sekolah karena saking semangatnya mengacungkan tangan untuk menjawab pertanyaan Guru. Teman-teman sekelasnya memberinya amanah kepada Adzka untuk menjadi KM (Ketua Murid). Hei, padahal dia perempuan dan masih kelas satu SD.

Belakangan saya baru paham mengapa Adzka bersuara kecil saat menyanyi. Itu karena dia kurang percaya diri dengan ke-cadel-annya. Dia khawatir akan ditertawakan ketika teman-temannya mendengarnya melantunkan huruf “R” menjadi “L”. Untuk kekurangannya yang ini, saya menyemangatinya, bahwa orang yang cadel itu biasanya pintar dan jago bahasa inggris J

Kemarin, ketika saya sedang packing persiapan balik ke Jakarta, Adzka dengan sangat perhatiannya menghampiri saya, lalu dengan sangat dewasanya (mungkin dia paham saya sedang kebingungan), dia memberikan saran ini itu supaya semua barang-barang yang akan dibawa muat dalam kardus.

“Ini naronya begini aja biar muat” katanya.

“sisanya dimasukin plastic aja jadi muat” sarannya yang lain.

“jangan nanti repot, ini biar jadi satu aja semuanya” sanggah saya.

Lalu saya memasukkan barang-barang ke dalam plastic super besar, lebih besar dari kardus

“nah, kalo begini kan muat”

“Ooo..biar jadi satu ya.. Baju Tante Diah masukin ke sini aja biar jadi satu, Tas Tante Diah masukin kesini aja biar jadi satu, kan muat, jadi bawanya gak repot”

Saya tertawa, betul juga sih…

Tak lama kemudian, Fatih abangnya Adzka mengajak Adzka pulang, tapi dia menolak, dia bilang
“nanti aja pulangnya, tunggu Tante Diah berangkat dulu, baru kita pulang”

Lihat, bijak sekali perkataan anak sekecil itu, saya pun terharu mendengar celotehnya yang terakhir. Ah, jelas itu bukan celoteh, itu adalah ungkapan perhatiannya pada saya. Anak yang special :)



Kopi Itu Pahit


Kopi itu pahit. Kopi luwak, kopi aceh, kopi lampung, kopi Arabica, kopi tubruk. Mereka adalah kopi dan mereka pahit.

Kopi itu pahit. Seharum apapun aromanya, sehebat apapun racikannya, sebanyak apapun gula dimasukkan ke dalamnya, kopi tetaplah pahit.

Kopi itu pahit. Tapi saya tak boleh berhenti pada pahit. Karena setelah pahit masih ada rasa lain.
Pernahkah kau bertanya, adakah orang yang begitu tangguh menghadapi sebuah kepahitan?  Tentu ada, mereka adalah para penikmat kopi.

Menikmati kopi membutuhkan seni yang hebat, atau setidaknya membutuhkan keberanian untuk menghadapi kepahitan, ah..atau justru kepahitan itulah yang membuat mereka bersemangat kembali. Bukankah mereka menikmati kopi karena rasa pahitnya yang khas?

Kopi itu pahit. Titik. Tapi aku tak boleh berhenti pada titik, karena setelah titik masih ada kalimat lain, karena terkadang saya membutuhkan rasa pahit kopi untuk menghilangkan rasa kantuk. Barangkali saya harus belajar  dari para penikmat kopi.


Tikus!


Ada beberapa pertanyaan yang kemarin terngiang-ngiang di kepala saya. Semuanya tentang tikus (hei, ini hanya soal pengklasifikasian, tentu saja tak semua pertanyaan yang muncul di kepala saya tentang tikus).
  1. Kenapa Walt Disney mendeskripsikan tikus selucu Mickey dan Mini Mouse?
  2. Kenapa Hanna & Barbera mendeskripsikan tikus secerdik Jerry (dalam Tom and Jerry)
  3. Kenapa Iwan Fals mendeskripsikan tikus sebagai sesuatu yang sangat kotor
  4. Kenapa walaupun mickey, mini, jerry itu lucu dan cerdik, saya tetap setuju dengan deskripsinya Iwan Fals?

Nah, dengan sedikit usaha (tentu saja “sedikit” karena saya hanya perlu googling), inilah jawabannya :
  1. Walt Disney semasa kecilnya sering melihat tikus berkeliaran di ladang milik pamannya. Tikus-tikus liar itu sangat menjijikan. Akhirnya Walt Disney terpacu untuk membuat sosok tikus yang lucu, menarik dan tidak menjijikan. Maka jadilah Mickey dan Mini Mouse. Kedua tikus ini bahkan sangat polos dan baik hati
  2. Wiiliam Hanna melihat kucing sedang menerkam tikus di dapurnya. Ia pun mendapat ide untuk menjadikan permusuhan (sebenarnya lebih tepat disebut “permangsaan”) itu menjadi lucu. Kemudian ia bersama Joseph Barbera membuat animasi Tom and Jerry. Jerry adalah tikus yang bebas, cerdik, sedikit lugu dan sangat beruntung (yah..karena sampai sekarang Jerry tak pernah tertangkap oleh Tom, sebaliknya Tom selalu tertimpa musibah saat mengejar-ngejar Jerry)
  3. Iwan Fals dengan lagunya “Tikus Kantor” memaknai tikus sebagai sebuah simbol pejabat yang rakus, suka korupsi dan tidak peduli terhadap penderitaan rakyat.
  4. Saya mendeskripsikan tikus dengan arti yang sebenar-benarnya tikus. Besar, hitam, memang menjijikan, datang dari rumah sebelah, mengendap-endap, mengacak-acak tempat sampah, lalu ketika ketahuan saya, tikus itu kembali ke rumah sebelah. Selain menjijikan tikus juga menyebalkan
  5. (jawaban yang terakhir ini bukan hasil googling lho). Jadi, rasa-rasanya, deskripsinya Iwan Fals lebih tepat dan apa adanya.

Yah.. bagaimanapun, tikus juga ciptaan Allah. Dan Allah tidak pernah menciptakan sesuatu dengan sia-sia.  



Satu lagi yang hampir punah!


Ini bukan ngomongin hewan atau tumbuhan langka yang hampir punah. Ini hanya ceracau. Kita sedikit main-main saja.Masih ingat dengan ini :
Benteng-bentengan, Gobak sodor, Petak umpet, Petak jongkok, Gatrik, Bekel, Congklak, Lompat karet
Yang lahir di jaman dulu (*berasa tua), pasti kangen pengen main. Yup, itulah permainan tradisional. Kenapa tradisional? Menurut KBBI, tradisional adalah “Sikap dan cara berpikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun-temurun.”


Kalo di wilayah (eh saya ga bilang desa lho) yang masih banyak lahan kosong, permainan tradisional mungkin masih cukup banyak, yang pasti sih dua tahun tinggal di Jakarta, saya belum pernah liat anak-anak di sini mainin permainan itu. Ya gimana mau main, lahannya aja ga ada. Jangankan permainan yang butuh lahan/lapangan, permainan tradisional yang ga butuh lahan luas seperti bekel, congklak, sudah tak terlalu menarik bagi anak-anak. Pernah suatu ketika, ponakan-ponakan saya yang sedang main bekel menyudahi permainannya karena lebih tertarik main angry bird di hp saya.

Kasian juga sih anak-anak sekarang. Dari pagi sampe siang sekolah di ruangan, pulang sekolah disuruh makan terus tidur, juga di ruangan. Sorenya main, paling-paling main PS atau game online, masih di ruangan. Malemnya belajar, udah pasti di ruangan. Yang mainnya di rumah melulu biasanya anak-anak di perumahan elit. Ada juga sih yang main di luar. Ini biasanya anak-anak di pemukiman padat penduduk. Tapi ga ada tuh yang main lari-larian. Nah, gimana mau lari-larian, gang-nya sempit. Kalo lari-larian di jalan raya nanti diomelin ibunya takut ketabrak mobil. Jadi, paling-paling yang dilakukan ya cuma kumpul-kumpul, anak-anak perempuan biasanya ngobrol-ngobrol, nyanyi-nyanyi, gossip-gosip. Anak laki-laki nongkrong-nongkrong, ngobrol-ngobrol. Ga ada ruh bermainnya gitu lho, lari-larian, kejar-kejaran, teriak-teriak (kalo manfaat sih saya ga usah sebutin lagi ya, itu para psikolog yang lebih berhak *ngeles)

Jadi kemungkinan besar, anak-anak di Jakarta, terutama di pemukiman padat penduduk dan perumahan elit memang ga tau permainan permainan tradisional. Ini cukup gawat, nanti siapa yang akan melestarikan. Jangan-jangan kita dan anak cucu kita hanya akan melihatnya dalam bentuk tulisan di buku sejarah (buku sejarah?? Saya tak yakin buku sejarah akan memuat ini). Atau kita hanya akan melihatnya dalam Buku Pedoman Permainan Tradisional yang disertai dengan gambar ekslusif (tapi anak-anak mana yang mau mempelajari permainan dengan membaca buku?). Tarian tradisional, musik tradisional mungkin masih bisa dilestarikan karena tidak membutuhkan lapangan untuk memperagakannya. Tapi kalo permainan tradisional? Tentu harus diperagakan di lapangan. Percuma kalo hanya ditulis bahkan jika disertai gambar sekalipun, teori tanpa praktek is nothing. Jadi, apa perlu permainan tradisional di-Olimpiade-kan, supaya dibuatkan stadion khusus untuk anak-anak yang bermain? Atau didaftarkan saja ke UNESCO, sebagai budaya yang hampir punah dan harus dilestarikan.





How I'm Thinking of


Hasil Test Gaya BerpikirAnda adalah seorang yang memiliki gaya berpikir: Acak Konkret. Pemikir tipe ini mempunyai sikap eksperimental (suka coba-coba, trial and error) yang diiringi dengan perilaku yang kurang ter-struktur. Mereka lebih berorientasi pada proses dari pada hasil. Proyek-proyek yang mereka kerjakan sering kali tidak berjalan sesuai dengan yang mereka rencanakan, karena waktu mereka habis untuk mengerjakan sesuatu yang tidak direncanakan, karena terlalu meng-eksplore permasalahan-permasalahan yang muncul. Mereka yang berpikir tipe ini, tidak suka diatur dan cenderung tidak mau berpikir yang rumit-rumit.


eh, ini ga ada hubungannya sama meja kerja yang berantakan yaa.. :D


***


tes ada disini : http://www.yaminsetiawan.com/cgi-bin/click.pl?id=test03&url=/test/test03.html
hasil tes : http://www.yaminsetiawan.com/cgi-bin/test03.pl


Lihat, ke bawah!



“Menjadi pemimpin itu harus mau melihat ke bawah”, kata Lintang, anak pesisir. Setiap diri kita adalah pemimpin, jadi setiap dari kita harus mau melihat ke bawah. Pernah gak mengeluh seolah hanya kita seorang yang menderita di dunia ini? Hellooo… masih banyak kali orang lain yang gak seberuntung kita, masalah-masalah yang mereka hadapi jauh lebih berat.

Melihat ke atas itu perlu, untuk memotivasi. Bahwa kita juga bisa sukses seperti mereka. Tapi dunia ini ga cuma ada langit aja.. di bawah kita masih ada tanah berlapis-lapis (lihat aja, ada ilmu astronomi dan ada ilmu bumi, sepasang..). Makanya jangan melulu melihat ke atas, karena kalo ternyata kita membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai kesuksesan seperti mereka, nantinya kita akan terus membanding-bandingkan diri kita, kemudian menyesali kenapa tak bisa seberuntung mereka yang sukses. “Rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau ya?” :)

Jadi sering-seringlah menengok ke bawah, menyapa orang-orang yang problematika hidupnya jauh lebih berat. Lihat, mereka yang lebih menderita saja begitu sabar dan mensyukuri segalanya yang ada padanya. Dan kita yang diberi karunia lebih dengan angkuh mengingkari-Nya. Tentu saja gak sekedar “melihat”, kalo bisa juga mendoakan dan membantu mereka. Itu akan membuat kita lebih lapang, banyak bersyukur dan (semoga) menjadi berkah. Juga bisa menjadi motivasi lho.

Lagian nengok ke atas melulu kan pegel, jadi harus dilengkapi dengan nengok ke bawah, kaya gerakan senam gitu deh.. :)

Melihat ke bawah, ada semut-semut berbaris rapi dengan kompaknya. Melihat ke bawah, ada paku dan Alhamdulillah ga jadi terinjak. Melihat ke bawah, ada dompet tebal lengkap beserta isinya :D , kalo yang ini harus segera dicari pemiliknya :)

Nah, ini juga berlaku untuk para pemimpin (dalam definisi sebenarnya). Presiden, wakil presiden, menteri, pejabat-pejabat, ketua RW & RT, Ketua kelas, Ketua kelompok (sayang mereka ga baca note ini :D) . Inget kan cerita tentang Rasulullah SAW yang menyuapi seorang buta meskipun orang buta tersebut selalu saja menghina Rasulullah? Atau Umar Bin Khattab yang mengantarkan bahan makanan tiap malam untuk rakyatnya. (ah..lagi-lagi, sayang mereka ga baca note ini. Eh tapi semoga mereka pernah mendengar cerita-cerita keteladanan tentang kepemimpinan dan suatu saat Allah mengingatkan mereka akan cerita-cerita tersebut)


“Berbicaralah mengenai hal-hal yang membahagiakan. 
Dunia sudah cukup sedih tanpa keluh kesah kita. 
Sebenarnya tidak ada jalan hidup yang seluruhnya sulit ditempuh.”
 Ella Wheeler Wilcox