Do not fooling us, please?

Honestly, baru kali ini saya menghadiri sebuah forum group discussion (FGD) dalam rangka menjaring aspirasi masyarakat, dimana peserta murni berasal dari perwakilan warga (bukan para praktisi atau LSM). Ya, dan saya tercengang. Saya melihat langsung bagaimana sebuah pembodohan masyarakat sedang berlangsung dengan aman dan lancar.

Rencana awal saya akan memposisikan diri sebagai seorang pemerhati lingkungan (bukan sebagai aparat pemerintah, ceritanya lagi jadi spy :D), tapi saya urungkan ketika tahu pihak penyelenggara tidak mempersiapkan (kemungkinan besar disengaja) materi pengantar diskusi. Tiba-tiba saja peserta diskusi di"paksa" untuk melakukan tanya jawab dengan narasumber yang ternyata tak menguasai materi. Sempurna bukan? Narasumber tak menguasai materi dan peserta sama sekali tak tahu materi apa yang akan didiskusikan.

Padahal yang didiskusikan adalah sebuah rancangan Perda (Peraturan Daerah), dimana masyarakat harus mengetahui dan mengkritisinya karena itu menyangkut hajat hidup mereka puluhan tahun ke depan. Seolah semua sudah diatur sedemikian rupa. Pihak penyelenggara yang berkepentingan terhadap Perda tersebut telah memenuhi syarat - dalam hal ini penjaringan aspirasi masyarakat - padahal sebenarnya warga tidak mengetahui apa-apa dari FGD tersebut, sehingga Perda bisa lolos tahap berikutnya.

Kesimpulan saya adalah sebuah ketidakterbukaan yang disamarkan sengaja dilakukan untuk meng-gol-kan sebuah rancangan Perda.



Blogger Day, Indonesia!!

"Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun ? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari." ~ Pramoedya Ananta Toer

Happy Blogger Day, Indonesia!!



How the others judge me


Seorang teman pernah bercerita bahwa ia seringkali khawatir akan mendapat penilaian jelek dan negatif dari orang lain. Ia takut orang akan berpikir yang tidak-tidak tentang dirinya, hingga hal-hal yang seharusnya biasa saja pun ia khawatirkan.

Well, saya pun sering demikian, and I realized, so stupid I am for thinking like that. Berprilaku manis dan sopan hanya karena ingin orang lain menganggap saya orang yang baik dan santun. Selalu terseyum, ramah dan sering menawarkan bantuan hanya karena ingin orang lain menganggap saya orang baik. Lalu apa yang saya dapat? Yup, betul, orang lain memang menganggap saya orang yang baik dan santun. Pemor saya naik, kepopuleran saya meningkat dan saya naik satu tingkat disbanding orang-orang yang tadinya setara dengan saya (egh..ini contoh aja loh ^^ ).

Tapi apalah artinya itu semua, jika kemudian setiap saat saya selalu dibayang-bayangi kekhawatiran, takut salah bersikap & berbuat, takut kepergok sedang melakukan kesalahan, takut orang lain akan berpikiran negative. Siapa mereka? Siapa orang-orang itu? Apa mereka yang memberikan saya kehidupan? Apa mereka yang member saya rizki? Bukan.. Jadi tak sepantasnya saya takut kepada mereka. Tak sepantasnya saya berbuat baik karena mereka.

Seharusnya saya hanya takut kepada yang Mencipta. Yang Memberi Kehidupan, Yang Selalu Mengawasi saya setiap saat, Yang bisa saja sewaktu-waktu menyentil dan membalikkan kehidupan saya sesuai kehendakNya.

Seharusnya saya berbuat kebaikan karena mengharap ridhoNya dan bukan karena ucapan terimakasih dari orang lain. Akhirnya saya berkata pada teman saya ini, “Kawan, tak usah takut bagaimana orang lain memandang kita. Yang terpenting adalah pandangan Allah terhadap kita, be your self and do it coz Allah”